Jumat, 05 Oktober 2012

Tanya: Saya Begitu Terharu, Sehingga Sulit Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat

Tanya: Saya Begitu Terharu, Sehingga Sulit Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat 

 Kehidupan sebelum Islam
Kehidupan saya sebelum Islam tidak punya akar yang kokoh. Saya tinggal bersama orang tua saya. Ibu saya tidak punya latarbelakang agama yang kuat. Dia datang dari sebuah keluarga Kristen. Karena saya tidak bisa akur dengan ibu, maka saya tidak tinggal di rumah. Untuk beberapa bulan saya tinggal gelandangan sehingga saya ditemui dan ditempatkan di rumah keluarga angkat.

Saya tinggal di tiga rumah keluarga angkat sebelum yang terakhir, di mana rumah tersebut menjadi rumah tetap saya. Saya tinggal selama enam tahun di sini. Pada masa tersebut saya benar-benar sendirian. Saya tidak punya ibu, tidak punya ayah dan tidak punya kawan. Tiada tempat untuk saya mengadu. Saya kira itulah yang telah membuka pintu untuk saya dan mengapa saya mula mencari karena saya merasa sendiri.

Ibu saya tidak pernah mengajar saya tentang agama. Saya sendiri yang melakukannya. Saya melupakan segala penderitaan saya dengan membenamkan diri dalam Kristen. Saya mengikuti gereja Pantekosta. Saya menanti setiap kedatangan hari Minggu untuk dapat pergi ke gereja. Kebaktian hari minggu seperti pendidikan ruhani bagi saya. Mungkin itulah sebabnya saya tidak berada di rumah sendiri. Setiap hari Minggu, saya ke gereja dan saya akan bertanya tentang Nabi Isa as. Di rumah kami diajar berdoa oleh ibu saya sekadar doa sebelum makan malam dan sebelum tidur, tidak lebih dari itu.

Saya mendengar teori telur klasik dari guru sekolah hari Minggu saya. Kononnya teori kulit telur, kuning telur dan putih telur: dan bagaimana ketiga ini bisa menjadi sebiji telur. Jika anda mengambil salah satu darinya, maka anda tidak akan punya sebiji telur, begitulah penjelasan tentang trinitas Nabi Isa, bapa dan ruh suci. Saya meyakininya tetapi seperti ada sesuatu yang ganjil dalam ajaran tersebut.

Bagaimana saya menjadi seorang muslim?
Tidak lama selepas saya berada di sekolah tinggi, saya mula melibatkan diri dalam kegiatan gereja tetapi kemudian perlahan-lahan saya menarik diri darinya. Seperti anak-anak muda lain saya juga turut bersama dengan rekan-rekan sebaya. Tetapi hati saya tetap tidak puas dan masih bertanya tentang apa itu kehidupan. Terdapat seorang pelajar lelaki di sekolah tersebut yang beragama Islam. Saya berusaha untuk menjelaskan Kristen padanya dan dia pun berusaha untuk menjelaskan tentang Islam kepada saya. Saya masih ingat, saya hanya menjelaskan tentang Kristen padanya dan dia menolak beberapa hal tentang Kristen. Saya agak terkejut bagaimana dia bisa bercakap seperti itu tentang Kristen.

Apa yang terlintas dalam benak saya ialah dari ditarik oleh pandangan seseorang, saya ingin mencari sendiri pandangan saya berkaitan Islam. Saya tidak ingin dibimbing oleh orang lain atau berada di bawah pengaruh orang lain. Saya mulai mengunjungi perpustakaan dan mencari lebih banyak mengenai apa itu agama; Islam, Kristen,dan lain-lain. Dari situlah pintu mulai terbuka untuk saya.

Apa yang menarik saya pada Islam adalah keindahan yang terdapat di dalamnya. Saya tidak terbuka pada segala macam stereotype atau media maupun segala macam konotasi negatif. Saat saya membaca buku-buku berkaitan Islam saya hanya berhadapan dengan pendidikan masa saya masih kecil, cara hidup yang saya amalkan saat itu, yaitu hidup tanpa arah, dan kini Islam datang.

Jiwa saya berada dalam keadaan trauma. Saya tidak bisa makan, tidak bisa tidur, tidak bisa berfikir. Saya tidak dapat menjalani hidup dengan baik. Saya tidak tahu apa yang benar. Semuanya kelihatan tidak masuk akal. Saya berusaha untuk mendapatkan apa saja, siapa saja yang bisa memberikan penjelasan kepada saya tentang Tuhan. Saya rasa Dia hanya nama. Dia tidak hidup. Dia belum hidup dalam jiwa saya.

Saya masih ingat, satu ketika saya lari keluar di tengah malam yang gelap dan menangis kepada Sang Pencipta serta berdoa "tolonglah beri saya jawaban, tolonglah tunjukkan jalan buat saya, tolonglah beri tempat saya untuk berpijak, berilah saya sesuatu untuk saya berpegang karena saya berada dalam keadaan sesat". Saya sungguh merasa kecewa. Saya tidak lagi ingin hidup karena saya tahu bahwa saya tidak mungkin bunuh diri karena ada sesuatu yang harus saya lakukan. Tetapi pada masa yang sama saya tidak tahu kepada siapa harus saya mohon bantuan. Adakah saya harus memanggil Tuhan seperti yang diajar agama Kristen atau Tuhan yang diajar Islam atau haruskah saya berada dalam keadaan terapung-apung seperti ini. Saya terus berdoa dan berharap, "Tolonglah beri saya jawaban, saya perlu mengetahui, saya tidak berdaya lagi untuk terus hidup seperti ini.

Alhamdulillah, selepas dua hari saya berdoa, saya mendapat jawaban. Ketika itu saya berada dalam grade 11 kelas matematika. Saya sedang membaca sebuah buku dan apa saja berkaitan dengan keyakinan yang pernah saya tolak satu ketika dahulu. Saya tidak bisa menjelaskan secara transparan, apa yang berlaku ialah semuanya datang sendiri. Saya yakin dan mempercayai semuanya, dan saya juga pernah belajar tentang syahadah melalui pembacaan buku-buku Islam. Saya juga belajar tentang Nabi Muhammad Saw dan lain-lain tentang Islam. Semuanya datang ke benak saya. Saya mengatakan inilah jawabannya.

Beginilah, saya telah menemuinya, saya merasa terharu sekali. Air mata bergenang di mata saya. Jiwa saya diselimuti dengan kegembiraan, saya keluar dari kelas. Guru saya bertanya, "Tanya, engkau mau kemana?" Saya tidak dapat memberi jawaban, lidah saya menjadi kelu, tidak ada bahasapun dalam kepala saya. Saya lari ke kamar kecil. Ketika itu saya masih belum mengenal wudhu. Saya membasuh wajah saya untuk menjadikannya bersih. Mungkin seperti melakukan wudhu! Terlintas dibenak saya, inilah yang saya cari selama ini.

Saya bertemu seorang muslimah di sekolah saya, dia memakai hijab dan saya berkata kepadanya, "Adakah anda seorang muslim?"

Dia menjawab, "Ya".

Saya berkata kepadanya, "Saya perlu bercakap dengan anda, karena saya fikir saya adalah seorang muslim".

Dia membawa saya menemui keluarganya. Mereka menerima saya dengan tangan terbuka. Mereka mengundang saya untuk datang ke rumah mereka.

Mereka memberikan saya pakaian, buku-buku, makanan dan apa saja. Mereka begitu baik dan ramah sekali. Mereka kemudian membawa saya ke masjid. Di tempat ini saya mengucapkan dua kalimat syahadah. Saya mengucapkan dua kalimat syahadah dengan keluarga yang mengambil saya menjadi anak angkat mereka dan seorang muslimah yang bekerja di kantor tersebut. Saya begitu terharu sehinggakan kata-kata syahadat tersebut sukar untuk saya lahirkan.

Kehidupan selepas menerima Islam
Kehidupan saya berubah sama sekali. Kini saya berpijak di bumi nyata. Saya punya opini yang tidak sama dengan ibu saya tentang keimanan. Ibu saya berkulit putih, ayah saya berkulit hitam. Saya tidak dibesarkan oleh ayah saya. Oleh karena itu, sering kali orang akan bertanya kepada saya, "Anda dari mana?" Mereka akan menyoal saya, apa latarbelakang saya dan saya memang tidak tahu apa yang harus saya katakan. Saya adalah seorang Kanada. Saya hanya mengenali keluarga dari ibu.

Kini saya tidak lagi merasa ragu, saya tahu mengapa saya berada di muka bumi ini, kemana saya akan pergi. Saya akan kembali kepada Sang Pencipta dan ini membuat saya ingin belajar. Masa lalu saya bermula dengan belajar, meneliti dan terus melanjutkan pencarian sehingga Allah memerintahkan untuk berhenti. Saya mengajak semua orang untuk terus berusaha mencari kedamaian hati dan ketenangan jiwa.

Saya ingin berbagi rasa yang terdapat dalam hati saya. Adakalanya sebagian orang memeluk agama Islam dengan cara demikian. Hanya dengan contoh kita dapat tunjukkan kepada non muslim, apa itu Islam. Alhamdulillah itulah tujuan saya yaitu berbagi rasa sedikit cahaya yang telah Allah karuniakan kepada saya dengan orang lain. (IRIB Indonesia / revert muslim)

0 komentar:

Posting Komentar