Selasa, 04 Desember 2012

Membicarakan Aib Diri

Membicarakan Aib Diri

Membicarakan kelemahan dan kekurangan itu tidak perlu kecuali pada kondisi darurat.

Amirul Mukminin Ali as berkata, "Radhiya Bidz Dzulli, Man Kasyafa Dharrahu Lighairihi."

"Seseorang rela dengan keterhinaan, ketika ia membuka aibnya sendiri."(Ghurar al-Hikam, hal 422)

Imam Shadiq as berkata:

إِنَّ اللّه  فَوَّضَ إِلَى المُؤمِنِ اُمورَهُ كُلَّها وَلَم يُفَوِّض إِلَيهِ أَن يَكونَ ذَليلاً أَما تَسمَعُ اللّه  تَعالى يَقولُ: (وَ لِلّهِ العِزَّةُ وَلِرَسولِهِ وَلِلمُؤمِنينَ)؟ فَالمُؤمِنُ يَكونُ عَزيزا وَلا يَكونُ ذَليلاً
قالَ: إِنَّ المُؤمِنَ أَعَزُّ مِنَ الجَبَلِ لأَنَّ الجَبَلَ يُستَقَلُّ مِنهُ بِالمَعاوِلِ وَالمُؤمِنُ لايُستَقَلُّ مِن دينِهِ بِشَىْ ءٍ؛

"Sesungguhnya Allah Swt telah menyerahkan segala urusan kepada orang-orang Mukmin, tapi satu hal yang tidak diberikan; kehinaan. Apakah kalian tidak mendengar bahwa Allah Swt berfirman, "Kemuliaan hanya milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin". Oleh karenanya, seorang mukmin mulia dan tidak hina."

Imam Shadiq melanjutkan, "Seorang mukmin lebih kokoh dari gunung. Karena gunung akan berkurang bila terkena benda tajam, tapi tidak ada alat yang mampu mengurangi agama seorang mukmin."

 

0 komentar:

Posting Komentar